FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERJADINYA KARIES
FAKTOR
– FAKTOR YANG BERHUBUNGAN TERJADINYA KARIES
Roisatulchusna (P07125216010)
Sarjana
Terapan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Semester 5
Gigi
berfungsi untuk mengunyah makanan. Mengunyah makanan adalah langkah pertama
sebelum makanan masuk ke saluran pencernaan. Oleh karena itu, gigi harus bersih
jika tidak bakteri atau kuman yang menempel pada gigi dan ikut terbawa makanan
bisa mendatangkan banyak masalah. Salah satu masalah gigi yang paling sering
terjadi adalah karies.
Karies
merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat
yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada
jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Jika tidak
cepat ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi,
infeksi, berbagai kasus berbahaya dan bahkan bisa menyebabkan kematian (Diskes.Jabarprov, 2008). WHO mendefinisikan
karies gigi sebagai “Localized post-eruptive, pathologic process of external
origin involving softening of the hard tooth tissue and proceeding to the
formation of a cavity” (Wilkins, 2005).
Status
karies gigi untuk gigi permanen pada individu atau masyarakat dapat diukur
dengan menggunakan indeks DMFT (Decay, Missing, Filled Teeth). Indeks ini
digunakan untuk melihat keadaan gigi seseorang yang pernah mengalami kerusakan
(Decayed), hilang karena karies atau sisa akar (Missing) dan tumpatan baik
(Filled) pada gigi tetap (Teeth). Indeks ini menggambarkan besarnya penyebaran
karies yang kumulatif pada suatu populasi (Kidd
& Bechal, 1992). WHO memberikan kategori dalam perhitungan DMF-T berupa
derajat interval sebagai berikut (Pine, 1997) :
1. Sangat rendah : 0,0 – 1,1
2. Rendah : 1,2 – 2,6
3. Moderat : 2,7 – 4,4
4. Tinggi : 4,5 – 6,5
5. Sangat Tinggi : >
6,5
Diperkirakan
bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan sebagian besar orang
dewasa pernah menderita karies. Prevalensi karies tertinggi terdapat di Asia
dan Amerika Latin. Prevalensi terendah terdapat di Afrika (The World Oral Health Report, 2003). Di Amerika Serikat,
karies gigi merupakan penyakit kronis anak-anak yang sering terjadi dan
tingkatnya 5 kali lebih tinggi dari asma (HealthyPeople,
2010). Berdasarkan
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004),
prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,1% dan ini tergolong lebih tinggi
dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Karies menjadi salah satu bukti
tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut masyarakat Indonesia (Medicastore, 2007).
Terjadinya
karies pada anak usia pra sekolah, sekolah maupun dewasa tidak menutup
kemungkinan akibat dari beberapa faktor. Berikut di bawah ini 10 jurnal artikel
tentang faktor – faktor yang berhubungan terjadinya karies pada anak usia pra
sekolah, sekolah maupun dewasa :
Dalam
jurnal yang ditulis oleh Nita Novianti menjelaskan bahwa hasil analisis hubungan
antara periode pemakaian sikat gigi dengan status karies gigi diperoleh ada
sebanyak 42 (63,6%) responden dengan periode pemakaian sikat gigi kurang
mempunyai status karies gigi tinggi, dan ada 25 (43,9%) responden dengan
periode pemakaian sikat gigi baik mempunyai (status karies gigi tinggi. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p value 0,044, dapat disimpulkan ada hubungan
yang signifikan antara periode pemakaian sikat gigi dengan status karies gigi.
Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,240 (95%CI:1,0854,624), responden
dengan pemakaian periode sikat gigi kurang beresiko terjadi status karies gigi
tinggi 2,24 kali dibandingkan responden dengan periode pemakaian sikat gigi
baik (Nita Novianti, 2010).
Selain
itu, di dalam jurnal sama yang ditulis oleh Nita Novianti menjelaskan
bahwa mengonsumsi makanan kariogenik memiliki hubungan bermakna dengan status
karies gigi. Dari penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil analisis yang
menunjukkan ada sebanyak 40 (69%) responden yang suka makan makanan kariogenik
manis mempunyai status karies gigi tinggi, dan ada 27 (41,5%) responden yang
tidak suka makan makanan kariogenik mempunyai karies gigi tinggi.. Hasil uji
statistik menunjukkan p value 0,004. Hal ini berarti makan makanan kariogenik
memiliki hubungan bermakna dengan status karies gigi. Diperoleh nilai OR 3,128
(95% CI: 1,487-6,578), responden dengan perilaku suka makan makanan manis
beresiko terjadi status karies gigi tinggi 3,13 dibanding responden dengan
perilaku tidak suka makan makanan yang manis (Nita
Novianti, 2010).
Dalam
penelitian oleh Budisuari dkk.
disebutkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan manis cenderung
terjadinya karies gigi lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki pola makan
berserat.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Fitriani,
jenis kelamin bukan merupakan faktor resiko terjadinya karies sehingga
tidak mempengaruhi insiden terjadinya karies pada gigi sulung. Faktor resiko
yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya karies pada anak prasekolah tersebut
antara lain kebersihan gigi dan mulut, pH saliva, kebiasaan makan makanan
kariogenik, keteraturan menggosok gigi, lamanya substrat menempel, dan praktik
ibu (Fitriani, 2007).
Menurut
penelitian Haryani anak
usia prasekolah merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap
penyakit gigi dan mulut karena umumnya masih mempunyai perilaku atau kebiasaan
diri yang kurang menunjang terhadap kesehatan gigi (Haryani,
2002).
Sejumlah
penelitian sebelumnya memperlihatkan adanya hubungan antara status sosial dan
karies gigi. Salah satu hasil penelitian dari Budiasuri et al menunjukkan
bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada anak-anak yang berasal dari status
sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan anak dari status ini lebih sedikit
makan makanan yang berserat dan rendahnya tingkat pendidikan dapat menyebabkan
kurangnya pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut, sehingga hal tersebut
dapat meningkatkan angka terjadinya karies gigi pada seseorang (Budiasuri et al, 2010).
Azwindar
pada tahun 2009 melakukan penelitian tentang hubungan tingkat sosial ekonomi dengan status
karies masyarakat di Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Makassar,
didapatkan hasil tingginya status karies pada masyarakat dengan status ekonomi
rendah.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Septi antara kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya
karies gigi pada anak usia sekolah ada hubungan yang signifikan. responden yang
mempunyai kebiasaan menggosok gigi baik dengan tidak ada karies gigi sebanyak
25 responden (55,6%) sedangkan yang mempunyai kebiasaan menggosok gigi kurang
baik dengan tidak ada karies gigi sebanyak 4 responden (18,2 %). Hal ini
kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya tingkat kepedulian anak
terhadap cara menggosok gigi yang benar masih kurang . Kebanyakan dari mereka mengetahui
cara menggosok gigi dengan benar tetapi tidak diterapkan dalam kebiasaan
menggosok gigi yang biasa mereka lakukan sehari-hari. Sebagian dari anak masih
banyak yang tidak menggosok gigi pada malam hari sebelum tidur, menggosok gigi
pada pagi hari sebelum sarapan, menggosok gigi dengan cara maju-mundur dan
sangat kuat. Hal ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada gigi termasuk karies
gigi (Septi, 2017).
Hal
ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Alim yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara kebiasaan menggosok gigi secara teratur terhadap timbulnya status karies
pada anak usia sekolah (Alim, 2014).
Penelitian yang
dilakukan oleh Lucaks dan Largaespada, terdapat perbedaan angka karies pada
jenis kelamin laki-laki dan perempuan dikaitkan dengan faktor hormonal, dimana
perempuan memiliki hormon estrogen yang meningkat pada siklus menstruasi,
kehamilan, dan pubertas. Seiring meningkatnya hormon estrogen maka angka
kariespun meningkat. Penulis berasumsi bahwa pengaruh hormonal, asupan makanan
dan erupsi gigi yang lebih awal pada perempuan yang menjadikan prevalensi
karies lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan
hasil dari uji menggunakan Spearman’s Rank menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan terhadap karies pada anak tunagrahita memiliki nilai
signifikasi sebesar 0,015 (<0,05). Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan ibu
terhadap karies pada anak tunagrahita. Semakin baik pengetahuan ibu, maka
semakin turun nilai karies gigi pada anak tunagrahita. Hasil ini sesuai dengan
teori sebelumnya bahwa pengetahuan ibu mempengaruhi tingkat karies pada anak
tunagrahita (Asri, Farichah & Masri, 2014).
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyebab
terjadinya karies akibat dari beberapa faktor salah satunya seberapa seringnya
seseorang mengonsumsi makanan yang berkariogenik disertai dengan perilaku
seseorang tersebut dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut minimal perilaku kebiasaan
menggosok giginya. Status ekonomi di masyarakat pun juga salah satu dari faktor
terjadinya karies. Masyarakat yang mempunyai status ekonomi yang rendah menjadi
sasaran terjadinya karies. Hal tersebut dikarenakan kurangnya mengonsumsi
makanan yang mengandung serat. Selain itu, pengetahuan yang dimiliki orangtua tentang
kesehatan gigi dan mulut masih minim juga menjadi salah satu faktor penyebab
terjadinya karies. Maka dari itu, orangtua harus memiliki pengetahuan tentang
kesehatan gigi dan mulut sehingga dapat memberikan pengertian, pembelajaran
bahkan contoh ke anaknya.
Berikut
diatas hasil review saya dari beberapa artikel tentang faktor – faktor yang
berhubungan dengan terjadinya karies. Apabila ada kesalahan itu datangnya dari
saya sendiri harap di maklumi. Apabila ada kelebihan itu semata karena Allah
SWT. Sekian dari saya. Terimakasih. Semoga bermanfaat
Daftar
Pustaka :
Budisuari,
M., Oktarina dan Mikrajab, M. 2010. Hubungan pola makan dan kebiasaan menyikat
gigi dengan kesehatan gigi dan mulut (karies) di
Indonesia, (online), download.portalgaruda.org/article.php?
article=80694&val=4892. Diakses tanggal 7 Nopember 2016.
World
Health. Organization (WHO). 2003. Oral Health Information System, (Online), http://www.who.int/oral_health/action
/information/surveillance/en/. Diakses tanggal: 30 Maret 2016.
Gigi, J. K., Kedokteran, F., Universitas, G., &
Mangkurat, L. (2017). DAN MULUT TERHADAP STATUS KARIES GIGI ANAK Tinjauan
Berdasarkan Pengetahuan , Tingkat Pendidikan , dan Status Sosial di TK ABA 1
Banjarmasin, II(1).
Gigi, J. K., Mustika, M. D., & Carabelly, A. N. (2014).
Dentino jurnal kedokteran gigi, II(2).
Indonesia, U., Noviani, N., Masyarakat, F. K., Magister, P.,
& Kesehatan, I. (2010). Universitas indonesia.
Kesehatan, P., Anak, G., & Kauman, S. D. N. (2017).
Jurnal of Health Education, 2(2), 201–210.
Kurdaningsih, S. V. (2018). Volume 1, Nomor 1, Februari 2018
Septi Viantri Kurdaningsih, 1, 8–14.
Rattu, A. J. M., Wicaksono, D., Wowor, V. E., Kedokteran, F.,
Ratulangi, U. S., Studi, P., … Sam, U. (n.d.). Hubungan antara Status
Kebersihan Mulut dengan Karies Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Manado, 117.
Haryani
W, Hadi H, Hendrartini Y. Hubungan Antara Konsumsi Kerbohidrat Dengan Tingkat
Keparahan Karies Gigi pada Anak Usia Prasekolah di Kecamatan Depok, Sleman,
Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat.
Alim,
2014. Pola Makan Dan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan Timbulnya Karies Gigi Pada
Anak. Tesis. Makassar : STIKes Nani Hasanuddin Makassar,: 131-136.
Azwindar,
Muhammad. “Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Derajat Kesehatan Gigi dan
Mulut Masyarakat Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Makassar Tahun 2009”,;
http://chawdnextholmes.blogspo t.com/2010/04/bab-ipendahuluan-1.html.
Lucaks
JR, Largaespada LL. Explaining sex differences in dental caries prevalence:
saliva, hormones, and “life history” etiologies. Am J of human Biology [serial
online] 2006 [cited 2013 Sep 10]; 18: 540- 55. Available from: URL:
http://pages.uoregon.edu/jrlukacs/D r.%20John%20R.%20Lukacs%20
Website/downloads/AJHB%2018% 20-%202006.pdf)
Komentar
Posting Komentar