Hubungan erupsi gigi dengan kecukupan gizi dan waktu kelahiran bayi serta jenis kelamin
Hubungan erupsi gigi dengan kecukupan gizi dan
waktu kelahiran bayi serta jenis kelamin
Arifah Uswatun Khasanah (P07125216019)
Sarjana Terapan Keperawatn Gigi Poltekkes
Kemenes Yogyakarta
Seester 5
Pertumbuhan
dan perkembangan gigi merupakan bagian pertumbuhan dan perkembangan tubuh
secara umum. (Willyanti Soewondo,
Sjarif Hidajat Effendi, 2014) . Gigi geligi dalam rongga mulut
akan mengalami erupsi menurut urutan waktu erupsi masing-masing jenis gigi,
mulai dari fase gigi sulung sampai mengalami pergantian menjadi fase gigi
permanen. (Syeh Brata Wijaya,
Rinaldi Budi utomo, , 2014)
Erupsi gigi merupakan suatu proses
kompleks dan berkesinambungan dari rangkaian lingkaran hidup gigi, terdiri atas
fase inisiasi, proliferasi, morfodiferensiasi, aposisi, kalsifikasi, dan juga
erupsi. Pada gigi sulung sesudah erupsi akan diikuti dengan eksfoliasi,
sedangkan pada gigi permanen erupsi merupakan fase terakhir. Erupsi gigi sulung yang kemudian akan diikuti
oleh proses tanggalnya gigi sulung dan diikuti lagi dengan pergantian gigi
permanen terjadi secara berurutan sesuai dengan usia anak. (Willyanti Soewondo, Sjarif Hidajat Effendi, 2014)
Namun,
pengetahuan tentang erupsi gigi sangat sedikit sekali yang memahaminya. Padahal
erupsi gigi normal sangat penting untuk mengetahui apakah keterlambatan atau
percepatan erupsi itu disebabkan oleh faktor lokal atau genetik atau sistemik.
Kesehatan gigi susu seringkali diabaikan oleh orangtua karena dianggap hanya
bersifat sementara dan akan digantikan oleh gigi tetap. Pada kenyataannya, gigi
susu berperan penting dalam kemampuan berbicara sekaligus proses pengunyahan
yang berdampak pada nutrisi dan tumbuh kembang anak. Selain itu, gigi susu juga
berfungsi sebagai panduan bagi pertumbuhan gigi tetap. (Anita Rosa Delima, Nugroho Ahmad Riyadi,
Chaerita Maulani, 2018)
Sedangkan untuk waktu erupsi ini
sangatlah bervariasi dan dipengaruhi oleh genetik, ras, etnik, serta faktor
lingkungan. Kronologis erupsi gigi sulung lebih banyak dipengaruhi faktor
genetik gigi permanen Erupsi merupakan salah satu indikator pertumbuhan dan
perkembangan gigi. (Willyanti
Soewondo, Sjarif Hidajat Effendi, 2014)
Erupsi
gigi dimulai saat bayi berusia 6-9 bulan, dua gigi seri rahang bawah akan
erupsi/tumbuh yang diikuti dengan gigi seri rahang atas. Pada usia 7-10 bulan
tumbuh dua gigi seri depan kedua rahang atas maupun rahang bawah. Kadang gigi
seri kedua di rahang bawah tumbuh lebih dulu sebelum rahang atas. Kemudian satu
gigi geraham depan tumbuh pada usia 16-20 bulan. Gigi taring juga mulai muncul pada
usia yang sama. Gigi geraham kedua tumbuh pada usia 23-30 bulan. Rata-rata anak
akan mempunyai gigi susu lengkap (20) pada usia 3 tahun (Anonim, 2017). (Anita Rosa Delima, Nugroho
Ahmad Riyadi, Chaerita Maulani, 2018)
Dari hasil penelitian memperlihatkan
bahwa waktu erupsi gigi susu maupun gigi permanen pada anak-anak di Negara maju
dan Negara berkembang, menunjukan bahwa erupsi gigi anak-anak di Indonesia
secara keseluruhan lebih lambat. Ini dikarenakan faktor kecukupan gizi yang
mempengaruhi Negara tersebut. (Djoharnas, 2015)
Menurut Marks,
Corski, and Wise' dalam penelitianya menemukan bahwa selama erupsi sel, protein
dan enzym berubah pada folikel gigi dan mereka menemukan beberapa faktor
penumbuhan dan protein yang dapat mempercepat atau memperlambatr erupsi gigi. (Herawati Djoharnas, Rizka Rina Darwati, Febriana Sutoto, 2003)
Pengambilan odontoma juga dapat
menyebabkan erupsi secara spontan gigi permanen yang impaksi dengan syarat
proses pembentukan akar gigi yang bersangkutan belum selesai. (Harijadi, 2010).
Gigi
impaksi adalah gigi yang tertahan di dalam tulang rahang, secara klinis dapat
dijumpai sebagai gigi yang lambat erupsi, gigi yang tertutup kembali oleh
jaringan selama proses erupsi, atau proses erupsi yang berhenti. Perawatan gigi
impaksi sesuai dengan penyebab; bila disebabkan faktor patologik, maka
pengambilan seluruh gigi menjadi pilihan perawatan. Pada gigi impaksi akibat
faktor non patologik, maka dilakukan tindakan bedah dengan tujuan membuka jalan
erupsi (surgical exposure). Setelah surgical exposure dapat dilakukan
pemasangan mahkota dari seluloid atau alumunium shell yang disemenkan pada
mahkota gigi. (Budiardio,
2015)
Menurut
metode Uji-t student, Uji-t student ini digunakan untuk membandingkan jumlah
gigi rata-rata anak lahir normal dengan anak prematur BBLR. Jumlah gigi
rata-rata yang telah erupsi antara anak lahir normal dan anak prematur BBLR
terlihat perbedaan sangat bermakna (nilai t=6,33; p<0,01) yang artinya jumlah
gigi rata-rata anak lahir normal bermakna lebih besar daripada anak lahir
prematur BBLR. Erupsi gigi sulung pada anak normal lebih cepat daripada anak
lahir prematur BBLR atau erupsi gigi sulung pada anak lahir prematur BBLR lebih
lambat daripada anak normal. (Willyanti Soewondo,
Sjarif Hidajat Effendi, 2014).
Sedangkan pada Anak Berkebutuhan Khusus, keadaan rongga
mulutnya sangat buruk, giginya lebih pendek dan membulat, akar gigi lebih
pendek, bentuk gigi, lebih sederhana dan fisura lebih bervariasi serta dangkal,
erupsi giginya pun lambat dan mengalami spasing hampir seluruh gigi. (Titien, 2012)
Menurut hasil penelitian dari Scuurs, tidak
ditemukan perbedaan signifikan antara waktu erupsi gigi sulung pertama pada
anak perempuan maupun laki-laki. Erupsi gigi sulung pertama pada anak perempuan
lebih cepat dibanding anak laki-laki, yaitu pada anak perempuan pada usia 9
bulan, sedangkan pada anak laki-laki pada usia 10 bulan. (Citra Adinda, djianto Tedjosasongko, Teguh Budi Wibowo, 2014)
Yang terakhir bahwa erupsi gigi juga
sering digunakan untuk memperkirakan umur anak. Selain maturasi gigi, erupsi
gigi juga dipengaruhi oleh faktor, seperti karies dan pencabutan gigi. Erupsi gigi sering dipergunakan dalam ilmu
Forensik untuk memperkirakan umur anak dalam ilmu Kedokteran Gigi erupsi gigi
juga digunakan untuk menilai maturasi gigi atau dental age secara klinis.
Dental age digunakan oleh dokter gigi antara lain untuk menentukan waktu yang tepat
untuk memulai perawatan orthodontik tertentu dan menentukan perawatan bagi gigi
desidui. (Kuswandari,
2014)
Jadi dapat
disimpulkan bahwa kecukupan gizi anak, waktu kelahiran bayi, jenis kelamin anak
dapat mempengaruhi terjadinya erupsi gigi, dan waktu terjadinya erupsi gigi
pada setiap anak berbeda-beda. Dan pengetahuan tentang waktu tumbuhnya gigi
atau jadwal gigi erupsi sangat diperlukan, apalagi bagi seoran ibu.
Sekian Pembahasan/review saya
mengenai Hubungan
erupsi gigi dengan kecukupan gizi dan waktu kelahiran bayi serta jenis kelamin. Terima Kasih…..Semoga
dapat bermanfaat dan dapat dimengerti……. JJJ
Daftar Pustaka
Anita Rosa Delima, Nugroho Ahmad Riyadi,
Chaerita Maulani. (2018). UPAYA MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN IBU
MENGENAI KESEHATAN GIGI DAN MULUT BALITA. JURNAL PENGABDIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, 245-250.
Budiardio, S. B. (2015). Tindakan Surgical
Exposure pada Impaksi Gigi Insisif Satu Atas . Jurnal Kedokteran Gigi.
Citra Adinda, djianto Tedjosasongko, Teguh
Budi Wibowo. (2014). Usia saat inisial akuisisi Streptococcus mutans dan jumlah
erupsi gigi sulung pada anak. Majalah
Kedokteran Gigi, 202-205.
Djoharnas, h. (2015). Pola Erupsi Gigi Susu
dan Gigi tetap pada Anak Desa IDT Kabupaten Pandeglang dan Serang. journal of dentistry indonesia,
34-37.
Harijadi, A. (2010). Early removal of
odontoma resulting in spontaneous eruption of the impacted teeth. Majalah Kedokteran Gigi, 76- 80.
Herawati Djoharnas, Rizka Rina Darwati,
Febriana Sutoto. (2003). PERBANDINGAN UMUR ERUPSI GIGI PERMANEN ANAK DENGAN
TANPA KELAINAN GIZI. Journal of
Dentistry Indonesia, 629-633.
Kuswandari, S. (2014). Maturasi dan erupsi
gigi permanen pada anak periode gigi pergantian. Majalah Kedoktera Gigi, 72-76.
Syeh Brata Wijaya, Rinaldi Budi utomo, .
(2014). Penatalaksanaan impaksi caninus permanen rahang atas dengan. Malah Kedokteran Gigi, 148-163.
Titien, I. (2012). Peran Dokter Gigi Dalam
Tumbuh Kembang Anak Berkebutuhan Khusus. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia, 176-180.
Willyanti Soewondo, Sjarif Hidajat Effendi.
(2014). Erupsi Gigi Sulung pada Anak dengan Riwayat Lahir Prematur, Berat. Majalah Kedokteran Bandung.
Komentar
Posting Komentar