PENATALAKSANAAN IMPAKSI GIGI,ODONTEKTOMI, DAN INSTRUKSI PASCA PERAWATAN ODONTEKTOMI
PENATALAKSANAAN IMPAKSI GIGI, ODONTEKTOMI
DAN INSTRUKSI PASCA PERAWATAN ODONTEKTOMI
DAN INSTRUKSI PASCA PERAWATAN ODONTEKTOMI
Gigi
geligi dalam rongga mulut akan mengalami erupsi menurut urutan waktu erupsi
masing-masing jenis gigi, mulai dari fase gigi sulung sampai mengalami
pergantian menjadi fase gigi permanen. Proses erupsi masing-masing gigi baik
pada fase gigi sulung maupun permanen akan terjadi secara fisiologis dan jarang
sekali mengalami gangguan. Gangguan erupsi pada umumnya akibat inflamasi kronis
yang meyebabkan fibrosis mukosa di sekitarnya, ruangan yang tidak cukup karena
perkembangan rahang yang tidak sempurna atau karena retensi geligi sulung, premature
loss gigi sulung, dan nekrosis karena adanya infeksi. (Report, 2014)
Menurut Bishara
etiologi gigi impaksi dapat disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder.
Faktor primer meliputi trauma pada gigi sulung, benih gigi tanggal prematur
gigi sulung,dan erupsi gigi kaninus dalam celah pada kasus celah langit-langit.
Faktor sekunder meliputi kelainan endokrin,defisiensi vitamin D, dan febrile
diseases.(Eko & Sjamsudin, n.d.) (Amaliyana, Cholil, & Sukmana, 2013)
Definisi Gigi Impaksi Gigi impaksi atau gigi terpendam adalah gigi yang erupsi normalnya terhalang atau terhambat,biasanya
oleh gigi di dekatnya atau jaringan patologis sehingga gigi tersebut tidak keluar
dengan sempurna mencapai oklusi yang normal didalam deretan susunan gigi geligi
lain yang sudah erupsi.(Siagian, n.d.)
Umumnya gigi yang sering mengalami
impaksi ialah gigi posterior tetapi Gigi anterior juga dapat mengalami impaksi, tetapi
jarang ditemukan.Pada gigi posterior, yang sering mengalami impaksi ialah
gigi-gigi molar ketiga (48 dan 38) mandibula; molar ketiga (18 dan 28) maksila;
premolar (44, 45, 34 dan 35) mandibula; dan premolar (14,15,24 dan 25) maksila.
Gigi anterior yang dapat ditemui mengalami impaksi ialah: gigi-gigi kaninus
maksila dan mandibula (13, 23, 33 dan 43), dan insisivus maksila dan mandibula
(11, 21, 31 dan 41). (Siagian, n.d.)(Amaliyana et al., 2013)
Untuk
mengetahui ada tidaknya kemungkinan suatu gigi mengalami impaksi atau tidak
sangat penting dipahami masa erupsi masing-masing gigi pada setiap lengkung
rahang.
Ada beberapa
pilihan dalam perawatan gigi impaksi,antara lain: pencabutan atau pengambilan
gigi impaksi,reposisi, bedah exposure dan ortodontik, serta replantasi.(Report, 2014)
Etiologi
gigi impaksi
Terjadinya
gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Berger, faktor-faktor
penyebab gigi impaksi antara lain:
- Kausa lokal
Faktor
lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi ialah:
1. Posisi gigi yang
abnormal
2. Tekanan dari gigi
tetangga pada gigi tersebut
3. Penebalan tulang
yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kekurangan tempat
untuk gigi tersebut bererupsi
5. Gigi desidui
persistensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan
prematur pada gigi
7. Inflamasi kronis
penyebab penebalan mukosa di sekitar gigi
8. Penyakit yang
menimbulkan nekrosis tulang, antara lain karena inflamasi atau abses
9.
Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak
- Kausa usia
Faktor
usia juga turut berperan dalam menyebabkan terjadinya gigi impaksi tanpa harus
disertai kausa lokal,(Siagian, n.d.)
Gigi
yang impaksi (kaninus atau molar tiga) dapat menimbulkan sakit craniofacial,
sakit yang kontinyu atau intermitten pada daerah kepala dan leher dapat timbul
pada situasi tersebut. Rasa sakit dapat berupa migrain, neuralgia atipikal
wajah, sakit karena kontraksi otot, dan disfungsi articulatio
tempomandibularis.(Eko & Sjamsudin, n.d.)
Tanda
atau keluhan gigi impaksi
Masalah
yang sering dikeluhkan oleh mereka dengan gigi molar ketiga impaksi yaitu
merasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang berhubungan dengan rongga mulut.
Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi impaksi ialah:
1. Inflamasi, yaitu
pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi disekitar gigi
yang diduga impaksi.
2. Resorpsi gigi
tetangga karena letak benih gigi yang abnormal
3. Kista (folikuler).
4. Rasa sakit atau
perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama (neuralgia).
5.
Fraktur rahang (patah tulang rahang) (Siagian, n.d.)
Odontektomi
adalah istilah suatu cara yang digunakan untuk mengambil gigi yang tidak erupsi
dan gigi yang erupsi sebagian atau sisa akar yang tidak dapat diekstraksi
dengan teknik biasa. Pada kasus odontektomi harus dilakukan pembedahan,
pengeluaran gigi yang erupsi sebagian atau akar yang kuat yang tidak dapat
dicabut dengan metode pencabutan tertutup, sehingga harus dikeluarkan secara
bedah atau pencabutan dengan metode terbuka. Metode operasi pengambilan gigi impaksi
tersebut dapat melalui extraoral dan intraoral. Pendekatan
tindakan operasi ekstraoral yaitu melalui submandibular dan preaurikular.
Pendekatan intraoral selalu disarankan karena tidak meninggalkan bekas luka
pada wajah, namun akses ke subcondylar atau wilayah condylar mungkin
sulit dicapai secara intraoral.(Saleh et al., n.d.)
Penatalaksaan
impaksi pada gigi kaninus :
1. Pertama dilakukan pemeriksaan radiografi2. Melakukan Teknik bedah exposure dengan flap tertutup berbentuk trapesium.
Prosedur bedah exposure gigi dilakukan sebagai berikut, pertama, operator mendudukkan pasien di kursi gigi dan memeriksa tanda vital pasien (tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu tubuh).
3. Pemberian antiseptik oral di dalam dan luar rongga mulut dengan povidone iodine Dilakukan anestesi lokal infiltrasi pada bagian labial dan palatinal regio gigi
4. Setelah 10 menit dibuat flap pada bagian palatal Setelah kaninus terlihat lakukan penghilangan lapisan tipis pada lapisan tulang alveolar. Tulang pada bukal ridge sampai cingulum dibuang dengan menggunakan bur tulang low speed
5. Flap dikembalikan pada posisi semula dan dijahit dengan menggunakan metode interrupted pada distal dan distal .Luka ditutup dengan tampon dan evaluasi perdarahan sekitar 10 menit (Report, 2014)
Terapi
konvensional suatu gigi anterior impaksi adalah surgical exposure dan traksi
secara ortodontik. Penanganan gigi impaksi kaninus dengan letak yang dalam lebih
sukar dibandingkan gigi anterior di rahang atas lainnya. Hal ini disebabkan letaknya
yang sedemikian rupa sehingga dalam proses erupsinya gigi kaninus impaksi tersebut
sering terbentur dengan jaringan tulang yang keras.(Iswanto et al., 2015)(Achmad, 2009)
Perawatan
konvensional untuk gigi anterior impaksi adalah surgical exposure dan
traksi secara ortodontik. Prognosis untuk keberhasilan penempatan gigi kaninus
ektopik sehingga dapat menempati lengkung gigi yang benar tergantung dari
beberapa faktor. Faktor tersebut meliputi, usia penderita, adanya diastema atau
ruang, adanya gigi yang berdesakan, dimensi vertikal, terbalik atau tidaknya letak
mahkota, inklinasi letak gigi terhadap garis media wajah (tidak lebih dari 45
derajat), mengalami ankylosis atau mempunyai akar yang bengkok.(Eko & Sjamsudin, n.d.)
Anestesi yang digunakan berupa anestesi lokal, blok mandibula dan infiltrasi di bukal.
2. Teknik operasi
Membuat insisi untuk pembuatan flep
3. Prosedur insisi
4. Pengambilan tulang
Gigi yang terpendam tersebut seluruh-nya dilapisi tulang; oleh karena itu tulang harus dibuang dengan bur. Bur yang dipakai yaitu bur bulat dan tajam. Bur yang besar dengan nomor 3-5 digunakan untuk tulang yang di bagian distal
5. Pembersihan luka
Setelah gigi dikeluarkan, soket gigi di-bersihkan dari sisa-sisa tulang bekas pengeboran. Folikel dan sisa enamel organ dibuang karena jika masih tertinggal dapat menyebabkan kista residual
6. Penutupan luka dan penjahitan
Flep dikembalikan pada tempatnya dan dijahit dengan teknik (Siagian, n.d.)
Penatalaksaan
impaksi pada gigi molar 3 :
1. AnestesiAnestesi yang digunakan berupa anestesi lokal, blok mandibula dan infiltrasi di bukal.
2. Teknik operasi
Membuat insisi untuk pembuatan flep
3. Prosedur insisi
4. Pengambilan tulang
Gigi yang terpendam tersebut seluruh-nya dilapisi tulang; oleh karena itu tulang harus dibuang dengan bur. Bur yang dipakai yaitu bur bulat dan tajam. Bur yang besar dengan nomor 3-5 digunakan untuk tulang yang di bagian distal
5. Pembersihan luka
Setelah gigi dikeluarkan, soket gigi di-bersihkan dari sisa-sisa tulang bekas pengeboran. Folikel dan sisa enamel organ dibuang karena jika masih tertinggal dapat menyebabkan kista residual
6. Penutupan luka dan penjahitan
Flep dikembalikan pada tempatnya dan dijahit dengan teknik (Siagian, n.d.)
Perawatan untuk
remaja :
Tindakan germinectomy
pada gigi impaksi lebih menguntungkan dibandingkan dengan odontektomi dengan
alasan komplikasi lebih rendah sebab trauma yang terjadi lebih kecil oleh
karena proses pengambilannya lebih mudah serta proses kesembuhannya lebih
cepat. Tindakan tersebut lebih baik dilakukan pada saat usia anak-anak atau remaja
dikarenakan suplai darah pada anak-anak atau remaja lebih baik dibandingkan
pada usia dewasa. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya malposisi pada
gigi sebelahnya serta mencegah kemungkinan terjadinya kelainan yang lain,
misalnya kista dentigerous atau rusaknya gigi sebelahnya.(Eko & Sjamsudin, n.d.)
Intruksi pasca perawatan
Pasien diberikan obat-obatan
seperti antibiotik, analgetik, anti-inflamasi, vitamin (sebagai tambahan untuk
meningkat-kan daya tahan tubuh), dan diminta untuk mengkomsumsi susu yang
tinggi kalsium untuk mempercepat proses remodelling tulang.
Pasien diberikan petunjuk tertulis
yaitu:
1. Pasien
tidak boleh berkumur-kumur dan harus tetap menggigit tampon selama 24 jam.
2. Bila masih
terdapat perdarahan, tampon harus diganti dengan tangan bersih.
3. Pasien
harus beristirahat cukup dan tidak boleh berolahraga yang banyak mengeluarkan
energi.
4. Tampon steril yang diletakkan
pada daerah luka harus dibuang setelah setengah jam karena dapat menyebabkan
infeksi.
Bila masih terjadi perdarahan, maka
pasien tersebut harus datang kembali untuk diganti tamponnya. Bila terjadi
perdarahan di rumah, pasien disuruh tidur dengan kepala agak ditinggikan. Pada
keesokan harinya, pasien dapat berkumur-kumur dengan air garam hangat,
dianjurkan setiap selesai makan. Pasien harus memakan makanan yang lunak dan
bergizi. Pasien diminta datang kembali tiga hari kemudian untuk kontrol
pertama; saat ini dilakukan pem-bersihan luka dengan air garam fisiologik,
akuades dan iodine. Tujuh hari kemudian pasien kembali kontrol untuk
membuka jahitan.(Siagian, n.d.) (Rahayu, 2014)
Bagi yang ingin melihat dan mengunduh artikel
yang saya review, silahkan kunjungi link https://drive.google.com/file/d/1-q8JioncvfAXrN9XfjkeyektWDgfR7wd/view?usp=drivesdk
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad, H. (2009). Penanganan delayed eruption karena
impaksi gigi insisivus sentralis kiri dengan surgical exposure pada anak. Dentofacial
Journal, 8(1), 48–54. Retrieved from
http://unhas.ac.id/fkg/sub/jdentofasial/pages/ed5/pg (9).php
Amaliyana, E., Cholil, & Sukmana, B. I. (2013). Deskripsi
Gigi Impaksi Molar Ke Tiga Rahang Bawah Di Rsud Ulin Banjarmasin. Dentino,
1(2), 134–137.
Eko, H., & Sjamsudin, J. (n.d.). Perawatan gigi impaksi
anterior rahang atas pada remaja ( The treatment of maxillary anterior impacted
teeth in adolescent ), 142–145.
Iswanto, H., S, I. T., Pendidikan, P., Gigi, D., Ilmu, S.,
Gigi, K., … Mada, U. G. (2015). STUDI KASUS Penatalaksanaan Impaksi Kaninus
Kiri Atas dengan Posisi Horisontal pada Anak.
Evy Aida Vitria.: Penalalaksanaan
Gigi Kaninus Rahang Atas lmpaksi.jurnal kedokteran gigi Universitas Indonesia
,2000
Evy Aida Vitria
: PENATALAKSANAAN PRAKTIS GIGI PREMOLAR IMPAKS, jurnal kedokteran gigi
Universitas Indonesia ,Vol 3, No 3 ,1995
Rahayu, S. (2014). Odontektomi, tatalaksana gigi bungsu
impaksi. E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan, Vol 1, No,
81–89. https://doi.org/10.1007/978-3-642-28891-3_5
Report, C. (2014). Penatalaksanaan impaksi caninus permanen
rahang atas dengan surgical exposure ( The management of impacted permanent
canine with surgical exposure ), 47(3), 158–163.
Saleh, E., Pendidikan, P., Gigi, D., Gigi, F. K., Mada, U.
G., Gigi, F. K., & Mada, U. G. (n.d.). STUDI KASUS Odontektomi Gigi Molar
Ketiga Mandibula Impaksi Ektopik dengan Kista Dentigerous secara Ekstraoral,
85–91.
Siagian, K. V. (n.d.). PENATALAKSANAAN IMPAKSI GIGI MOLAR
KETIGA BAWAH DENGAN KOMPLIKASINYA PADA DEWASA MUDA, 186–194.

Komentar
Posting Komentar