KARIES GIGI PADA ANAK
Oleh : Isyana Hilda Andriani
(P07125216018)
Sarjana Terapan Jurusan Keperawatan Gigi
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Kesehatan gigi dan mulut merupakan
bagian dari kesehatan keseluruhan. Masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut
anak-anak adalah karies. Pada tahun 2000 United States Surgeon General
melaporkan bahwa karies merupakan penyakit infeksi yang paling banyak diderita
anak-anak. Karies lebih tinggi 5 kali diderita anak-anak dibandingkan penyakit
asthma dan 7 kali lebih banyak diderita anak-anak dibandingkan dengan penyakit
demam. (Susi,
Bachtiar, & Azmi, 2012)
Kesehatan Gigi dan Mulut anak di
Indonesia masih sangat memprihatinkan sehingga perlu mendapatkan perhatian yang
serius dari tenaga kesehatan. Masalah utama yang terjadi dalam rongga mulut
adalah karies gigi. Karies gigi adalah penyakit dengan penyebab multifaktor.
Prevalensi dan insiden karies gigi dalam suatu populasi dipengaruhi oleh
sejumlah faktor resiko seperti jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, pola
diet dan kebiasaan menjaga kebersihan gigi dan mulut.(Susi et
al., 2012)
Karies gigi merupakan penyakit gigi
yang paling besar proporsinya dibandingkan dengan penyakit gigi dan mulut
lainnya" bahkan sekarang masuk dalam 10 besar penyakit yang utama di
lndonesie. Bila dilihat dari DMF T dan prevalensi yang ada. Kecenderungan
meningkat hampa setiap tahun. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menurunkan
angka-angka tersebut tidaklah mudah mengingat terbatasnya tenaga, sarana dan
prasarana yang tersedia termasuk anggaran. Dalam hubungan itu, Usaha kesehatan
gigi sekolah (UKCS) merupakan salah satu upaya yang dianggap mampu untuk
menekan tingginya angka prevalensi karies gigi di masyarakat khususnya bagi
anak Sekolah Dasar. (Sulistiadil,
Wahyu, & Kcsehatan, n.d.)
Faktor jenis makanan jajanan,
kebiasaan konsumsi buah-buah per hari, frekuensi menyikat gigi dan kebiasran
waktu menyikat gigi, serta cara menyikat gigi mempunyai hubungan yang bermakna
dengan status karies gigi anak. Sedangkan faktor frekuensi konsumsi jajanan secara
statistik lidak bermakna dengtn status karies gigi anak (Sulistiadil
et al., n.d.)
Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap risiko karies pada anak adalah pengalaman karies, banyaknya plak, pH
saliva, perilaku ibu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi anak, perilaku
ibu dalam pemilihan makanan anak, dan pelaksanaan UKGS oleh guru.(A’yun,
Hendrartini, & Supartinah, 2016)
Karies terjadi disebabkan oleh : host,
substrat, mikroorganisme dan waktu. Proses terjadinya karies membutuhkan waktu,
mungkin saja karies sudah dialami anak sudah lama sedangkan status sosial
ekonominya tidak miskin baru sekarang didapat. Anak-anak mempunyai kebiasaan
untuk mengkonsumsi snack dan makanan manis. Snack dan makanan manis dikemas
dalam kemasan menarik, dijual dengan harga yang relatif murah dan mudah
didapatkan. Penelitian yang dilakukan Holt pada murid prasekolah di Inggris
menyatakan bahwa konsumsi makan manis lebih dari empat kali sehari akan
meningkatkan kejadian karies.(Susi
et al., 2012)
Ada
4 faktor penting yang saling berinteraksi dalam pembentukan karies gigi, yaitu:
a. Mikroorganisme
Mikroorganisme sangat berperan
menyebabkan karies. Streptococcus mutan dan Lactobacillus merupakan 2 dari 500
bakteri yang terdapat pada plak gigi dan merupakan bakteri utama penyebab terjadinya
karies.Plak adalah suatu massa padat yang merupakan kumpulan bakteri yang tidak
terkalsifikasi, melekat erat pada permukaan gigi, tahan terhadap pelepasan
dengan berkumur atau gerakan fisiologis jaringan lunak. Plak akan terbentuk pada
semua permukaan gigi dan tambalan, perkembangannya paling baik pada daerah yang
sulit untuk dibersihkan, seperti daerah tepi gingival, pada permukaan
proksimal, dan di dalam fisur. Bakteri yang kariogenik tersebut akan
memfermentasi sukrosa menjadi asam laktat yang sangat kuat sehingga mampu
menyebabkan demineralisasi.
b. Gigi (Host)
Morfologi setiap gigi manusia
berbeda-beda, permukaan oklusal gigi memiliki lekuk dan fisur yang
bermacam-macam dengan kedalaman yang berbeda pula. Gigi dengan lekukan yang
dalam merupakan daerah yang sulit dibersihkan dari sisa-sisa makanan yang
melekat sehingga plak akan mudah berkembang dan dapat menyebabkan terjadinya karies
gigi. Karies gigi sering terjadi pada permukaan gigi yang spesifik baik pada
gigi susu maupun gigi permanen. Gigi susu akan mudah mengalami karies pada
permukaan yang halus sedangkan karies pada gigi permanen ditemukan dipermukaan pit
dan fisur.
c. Makanan
Peran makanan dalam menyebabkan karies
bersifat lokal, derajat kariogenik makanan tergantung dari komponennya.
Sisa-sisa makanan dalam mulut (karbohidrat) merupakan substrat yag
difermentasikan oleh bakteri untuk mendapatkan energi. Sukrosa dan gluosa di
metabolismekan sedemikian rupa sehingga terbentuk polisakarida intrasel dan ekstrasel
sehingga bakteri melekat pada permukaan gigi. Selain itu sukrosa juga
menyediakan cadangan energi bagi metabolisme kariogenik. Sukrosa oleh bakteri kariogenik
dipecah menjadi glukosa dan fruktosa, lebih lanjut glukosa ini dimetabolismekan
menjadi asam laktat, asam format, asam sitrat
dan dekstran.
d. Waktu
Karies merupakan penyakit yang
berkembangnya lambat dan keaktifannya berjalan bertahap serta merupakan proses
dinamis yang ditandai oleh periode demineralisasi dan remineralisasi. Kecepatan
karies anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan kerusakan gigi orang
dewasa. (Ramayanti
& Purnakarya, 2013)
Nutrisi dan kesehatan gigi dan mulut
memiliki kaitan yang erat terutama pada anak yang memiliki fase tumbuh kembang.
Nutrisi yang baik dan tepat penting untuk menunjang kesehatan gigi dan mulut.
Sebaliknya, kesehatan gigi dan mulut juga penting untuk asupan nutrisi yang
adekuat. Karies gigi merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang paling
sering terjadi pada anak dan memiliki kaitan erat dengan nutrisi. Berdasarkan
sifatnya dalam memicu karies, bahan makanan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
anti-kariogenik, kariogenik, dan kariostatik. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pemberian ASI tidak terbukti memicu karies. Sebaliknya, kebiasaan
konsumsi makanan/minuman berkadar gula tinggi, makanan cepat saji, dan makanan
ringan diantara waktu makan meningkatkan risiko karies pada anak. Anak dengan gizi
lebih dan obesitas juga memiliki risiko karies yang lebih tinggi. Peran
suplemen fluoride dan silitol dalam pencegahan karies masih kontroversial.
Sementara itu, konsumsi probiotik terbukti mampu mencegah karies dentis.
Pencegahan karies dengan mengurangi kebiasaan konsumsi makanan manis, makanan
cepat saji, makanan ringan, minuman soda, mencegah obesitas pada anak, serta
didukung oleh kebiasaan menyikat gigi dengan teratur sangat penting dalam
menjaga kesehatan gigi dan mulut anak.(Hendarto,
2015)
Anak yang berisiko karies tinggi harus
mendapatkan perhatian khusus karena perawatan intensif dan ekstra harus
dilakukan untuk menghilangkan karies atau setidaknya mengurangi terjadinya
karies tinggi menjadi rendah. Tindakan pencegahan yang lebih baik dilakukan
adalah pencegahan primer dengan cara modifikasi kebiasaan anak dan perlindungan
terhadap gigi. (Angela,
2005)
Karies gigi lebih banyak dialami oleh
anak-anak yang tidak memenuhi standar dalam perilaku menggosok gigi, yaitu
sebanyak 63,8% (37 orang) dari total 58 orang yang perilaku menggosok gigi
tidak memenuhi standar. Sedangkan dari 10 orang yang memenuhi standar perilaku
menggosok ternyata didapatkan sebagian besar, yaitu 7 orang (70%) tidak karies.
Sehingga secara umum dari penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa terdapat
kecenderungan peningkatan presentase kejadian karies gigi pada anak dengan
perilaku menggosok gigi yang salah dibandingkan yang benar. (Ningsih,
Hutomo, & Rahaswanti, 2013)
WHO telah menetapkan indikator dan
standar “Oral Global Goal For the Year 2000) melalui status kesehatan gigi dan
mulut pada anak kelompok usia 12 tahun sebagai indikator ulama dalam kriteria
pengukuran karies gigi. Untuk keberhasilan program ini perlu diketahui
Performed Treatment Index(PTI) yang menggambarkan motivasi anak untuk menumpat
gigi. (Pencegahan
& Uri, 2003)
Saat ini baru ada alat yang dipakai
untuk mengukur risiko karies secara langsung. Berdasarkan faktor penyebab
tersebut maka perlu disusun alat prediksi karies baru, yang mengukur faktor
langsung dan tidak langsung. Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun alat
Prediktor Karies Anak (PKA) dan melakukan uji validitas. Jenis penelitian ini
adalah cross-sectional analitic. Penelitian dilakukan melalui empat tahap,
yakni: definisi persyaratan, perancangan sistem dan perangkat lunak, dan
implementasi serta pengujian unit. Penyusunan perangkat lunak berdasarkan
risiko karies pada 430 anak SD usia 10 - 12 dan orangtuanya. Uji validitas
perangkat lunak dilakukan dengan membandingkan 42 hasil pengukuran antara PKA
dengan Microsoft Excel. Pada tahap definisi persyaratan, diperoleh faktor
risiko karies yang meliputi pH saliva, banyaknya plak, pengalaman karies,
pemanfatan pelayanan kesehatan gigi, perilaku ibu dalam memilih makanan,
pengetahuan anak tentang kesehatan gigi dan mulut, perilaku anak dalam memelihara
kesehatan gigi, perilaku anak dalam kebiasaan makan, dan pelaksanaan UKGS oleh
guru. Tahap perancangan sistem dan perangkat lunak, menggunakan bobot faktor
risiko sehingga diperoleh persamaan
risiko terjadinya karies baru. (A’yun,
Fatmasari, & Hendrartini, 2015)
Karies merupakan masalah kesehatan
gigi yang banyak diderita oleh anakanak seluruh dunia terutama negara
berkembang termasuk Indonesia. Kerusakan gigi pada anak-anak terjadi lebih
cepat dibandingkan orang dewasa karena gigi yang baru erupsi masih dalam proses
maturasi dan proses mineralisasi belum sempurna. Tubuli dentin anak anak yang masih lebar
menyebabkan pembentukan jaringan sklerotik
tidak sempurna dan buffer saliva
masih kurang sehingga aktivitas
proteolitik menjadi lebih banyak di dalam mulut. Fluor merupakan
zat mineral yang digunakan sebagai bahan yang efektif mencegah terjadinya
karies gigi dapat membuat lapisan email tahan terhadap kerusakan yang
disebabkan pelarutan email oleh zat asam. Strategi pencegahan karies lebih efektif sejak diperkenalkannya silver
diamina fluoride (SDF) yang
merupakan cairan tidak berwarna
mengandung ion fluoride yang digunakan
untuk memacu terjadinya proses remineralisasi hidoksiapatit mineral
gigi. Penggunaan SDF ini merupakan metoda Arresting Caries Treatment (ACT). SDF
menggabungkan efek penguatan gigi dari natrium fluoride (NaF) dan efek nitrat
perak.Konsentrasi efektif solusi SDF 38% (44.800 ion fluoride ppm) digunakan untuk menghambat perkembangan
karies pada gigi sulung anak-anak, terutama anak-anak yang sulit untuk dilakukan perawatan. SDF
sederhana, mudah dalam mengaplikasikan
dan biaya pemakaian lebih murah. SDF merupakan bahan yang tepat untuk digunakan untuk mengatasi
masalah kesehatan gigi masyarakat terutama pada anak-anak. (Lendrawati,
2001)
Daftar Pustaka
A’yun, Q., Fatmasari, D., & Hendrartini, J. (2015). Perangkat Lunak
Prediktor Karies Anak Berdasarkan Faktor Anak, Perilaku Ibu, dan UKGS. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia, 1(1), 68.
https://doi.org/10.22146/majkedgiind.8995
A’yun, Q., Hendrartini, J., & Supartinah, A. (2016).
Pengaruh keadaan rongga mulut , perilaku ibu , dan lingkungan terhadap risiko
karies pada anak. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, 2(2), 86–94.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22146/majkedgiind.11267
Angela, A. (2005). Dental journal : Majalah Kedokteran Gigi. Dental
Journal (Majalah Kedokteran Gigi), 38(3), 130–134.
https://doi.org/10.20473/j.djmkg.v38.i3.p130-134
Hendarto, A. (2015). Nutrisi dan Kesehatan Gigi-Mulut pada
Anak. Sari Pediatri, 17(6), 71–75.
https://doi.org/10.1021/ar040152p
Lendrawati. (2001). Penggunaan Silver Diamine fluoride 38 %
Sebagai Arresting Caries Treatment ( ACT ) Pada Anak-Anak. Majalah
Kedokteran Andalas, 98–105.
Ningsih, A., Hutomo, C., & Rahaswanti, A. (2013).
Gambaran Perilaku Menggosok Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Anak Usia
Sekolah Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidemen,Kecamatan Sidemen,Kabupaten
Karangasem Pada Juni-Juli 2013. Gambaran Perilaku Menggosok Gigi Terhadap
Kejadian Karies Gigi Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sidemen,Kecamatan Sidemen,Kabupaten Karangasem Pada Juni-Juli.
Pencegahan, I. A., & Uri, C. (2003). Terapi Pengganti
Strain Sebagai Alternatif Pencegahan Karies Gigi. Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia, 10, 449–453.
Ramayanti, S., & Purnakarya, I. (2013).
Peranmakananterhadap Kejadiankaries Gigi, 7(2), 89–93.
https://doi.org/10.24893/jkma.7.2.89-93.2013
Sulistiadil, W., Wahyu, M., & Kcsehatan, K. (n.d.).
PENGARUH LINGKUNGAN INTRA ORAI , DAN EKSTRA ORAL TERHADAP STATUS KARIES GICI
PADA ANAK SEKOLAH DASAR KELAS VI DI KECAMATAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR
TAHUN I999 Ab3trrk Sekolah program Usaha Kesehatan Sekolah ( UKS ).
Susi, S., Bachtiar, H., & Azmi, U. (2012). Hubungan
status sosial ekonomi orang tua gengan karies pada gigi sulung anak umur 4 dan
5 tahun. Majalah Kedokteran Andalas, 36, 96–105.
https://doi.org/10.22338/mka.v36.i1.p96-105.2012
Komentar
Posting Komentar