Karies Gigi Yang Terjadi Pada Anak
Nama : Rizki kurniawigati
NIM : P07125215031
Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses
demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan akar
gigi yang dapat dicegah. Risiko karies adalah kemungkinan berkembangnya karies
pada individu atau terjadinya perubahan status kesehatan yang mendukung
terjadinya karies pada suatu periode tertentu.Risiko karies bervariasi pada
setiap individu tergantung pada keseimbangan faktor pencetus dan penghambat
terjadinya karies.Risiko karies dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu risiko
karies tinggi, sedang dan rendah.Agar dapat mengidentifikasi risiko karies anak
digunakan suatu penilaian risiko karies.
Seluruh tindakan pencegahan baik pencegahan primer, sekunder ataupun
tersier harus berdasarkan pada pemeriksaan klinik dan radiografi, penilaian
risiko karies, hasil perawatan terdahulu, kemajuan dari riwayat karies
terdahulu, pilihan dan harapan orang tua dan dokter gigi akan perawatan serta
penilaian kembali pada saat kunjungan berkala. Penilaian tingkat risiko karies
anak secara individu harus diketahui oleh dokter gigi karena semua anak pada
umumnya mempunyai risiko terkenakaries dan perawatannya juga berbeda pada
setiap tingkatan.Tingkat risiko karies anak terbagi atas tiga kategori yaitu
risiko karies tinggi, sedang dan rendah. Pembagian risiko karies ini
berdasarkan pengalaman karies terdahulu, penemuan di klinik, kebiasaan diet,
riwayat sosial, penggunaan fluor,
kontrol plak, saliva dan riwayat kesehatan umum anak.
Anak yang berisiko karies tinggi harus mendapatkan perhatian khusus
karena perawatan intensif dan ekstra harus segera dilakukan untuk menghilangkan
karies atau setidaknya mengurangi risiko karies tinggi menjadi rendah pada
tingkatan karies yang dapat diterima pada kelompok umur tertentu sehingga
target pencapaian gigi sehat tahun 2010 menurut WHO dapat tercapai. Oleh sebab
itu makalah ini akan membahas mengenai pencegahan primer pada anak yang
berisiko karies tinggi.(Angela, 2005)
Kerusakan
gigi terdapat di seluruh dunia tanpamemandang umur, bangsa ataupun keadaan
ekonomi.Penelitian di beberapa negara seperti Eropa, Amerika, Asia, termasuk
Indonesia, ternyata 80-95% dari penduduk mengalami kerusakan gigi. Prevalensi
kerusakan gigi
tertinggi terdapat di Asia dan Amerika
Latin dan terendah terdapat di Afrika. Kerusakan gigi didominasi oleh karies
yang merupakan penyakit kronis yang sering terjadi.Di Amerika dilaporkan bahwa karies
menempati peringkat kelima bahkan lebih tinggi dari kasus asma.
Berdasarkan
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2004, prevalensi karies
mencapai 90,05%. Berdasarkan laporan pada tahun 2007 dari Centers for
Disease Controland Prevention, kerusakan gigi pada anak berusia 2-5 tahun
berkisar 24-28% dan 70% disebabkan oleh karies. Ada beberapa cara untuk
mengetahui terjadinya kerusakan gigi.8,9
Secara
klinis gambarannya terkadang berbeda tetapi pada umumnya kerusakan gigi
mempunyai penyebab yang sama. Pada tahap awal karies gigi akan tampak berupa
daerah berkapur namun berkembang menjadi lubang berwana kecokelatan. Gigi
sulung memiliki
anatomi yang berbeda di mana email dan
dentin lebih tipis, kamar pulpa yang cenderung lebih besar sehingga kondisi
karies sering terdeteksi dalam kondisi lanjut di mana karies
sudah terlanjur dalam. Walaupun karies
mungkin dapat saja dilihat dengan mata telanjang, pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan radiologis sangat diperlukan.Hampir semua jenis radiografi baik
ekstra maupun intraoral dapat dipergunakan untuk keperluan ini. Secara umum gambaran radiografi dapat
membedakan karies berupa gambaran
radiolusent pada mahkota.(Y, L, F,
& R, 2013)
Karies
gigi banyak terjadi pada anak-anak dan kebanyakan tidak dilakukan perawatan
sehingga berdampak terjadinya gangguan pengunyahan dan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak.Karies gigi merupakan penyakit multi factorial yang
disebabkan oleh factor langsung dan tidak langsung. Factor langsung yaitu
keadaan gigi dan mulut, antara lain : bakteri , turunnya resistensi gigi dan
lingkungan,. Factor tidak langsung yang berperan terjadinya karies pada anak
adalah factor anak, keluarga dan pengaruh lingkungan. Factor anak antara lain meliputi
perilaku dan pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Pengalaman karies
pada masa lampau merupakan salah satu factor karies dan diukur berdasarkan
indeks dmf-t/DMF-T, factor keluarga antara lain perilku ibu dalam memelihara
kesehatan gigi mulut anak dan menyediakan makanan untuk anaknya.(A’yun,
Hendrartini, Santoso, & Lugroho, 2014)
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari
kesehatan keseluruhan. Masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut anak-anak
adalah karies. Pada tahun 2000 United States Surgeon General melaporkan bahwa
karies merupakan penyakit infeksi yang paling banyak diderita anak-anak. Karies
lebih tinggi 5 kali diderita anak-anak dibandingkan penyakit asthma dan 7 kali
lebih banyak diderita anak-anak dibandingkan dengan penyakit demam.
Kesehatan
Gigi dan Mulut anak di Indonesia masih sangat memprihatin-kan sehingga perlu
mendapatkan perhatian yang serius dari tenaga kesehatan. Masalah utama yang
terjadi dalam rongga mulut adalah karies gigi. Karies gigi adalah penyakit
dengan penyebab multifaktor. Prevalensi dan insiden karies gigi dalam suatu
populasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor resiko seperti jenis kelamin, usia,
status sosial ekonomi, pola diet dan kebiasaan menjaga kebersihan gigi dan
mulut.
Baik gigi sulung maupun gigi permanen, mempunyai
resiko terkena karies, namun proses kerusakan gigi sulung lebih cepat menyebar,
meluas dan lebih parah dari gigi permanen. Hal tersebut terjadi karena :
perbedaan struktur email gigi dimana gigi sulung mempunyai struktur email yang
kurang padat dan lebih tipis, morfologi lebih tidak beraturan, dan kontak
antara gigi merupakan kontak bidang pada gigi sulung.(1) Untuk tahun 2010, WHO
(World Health Organization) telah menargetkan indeks DMFT (Decayed,
Missing, Filled-Tooth) adalah 1,0 sedangkan di Negara berkembang menetapkan
indeks karies adalah 1,2. Berbagai indikator telah ditentukan WHO, antara lain
pada anak umur 5 tahun 90% harus bebas karies, anak umur 12 tahun mempunyai
indeks DMF-T sebesar 1, penduduk umur 18 tahun tidak ada gigi yang dicabut
(komponen M=0), dan penduduk umur 35-44 tahun memiliki minimal 20 gigi
berfungsi sebesar 90%.(Susi, Bachtiar, &
Azmi, 2012)
Kondisi
karies gigi yang tidak dirawat dapat menimbulkan rasa sakit dan tidak nyaman,
sehingga anak akan mengalami kesulitan makan dan menggangu proses tumbuh
kembangnya. Hal ini dapat dilihat melalui pengalaman karies anak disertai data
mengenai BB dan TB anak. Nilai normal berat badan anak usia 6-7 tahun menurut
WHO adalah 15,27-31,4 kg. sedangkan nilai normal tinggi badan adalah 105-132
cm. hasil penelitian ini pada anak usia 6-7 tahun yang memiliki lesi oral BB
berkisar antara 14-30 kg, sedangkan nilai TB berkisar antara 101,5-129 cm.
kedua kondisi ini termasuk dalam kategori anak berada di bawah batas normal.(Wahyuni et al., 2017)
Gigi merupakan salah satu bagian dari tubuh manusia yang memegang
peranan penting dalam membantu proses
pencernaan makanan secara mekanik, yaitu dalam hal mengunyah. Struktur dan
kesehatan gigi yang baik juga memberikan peran dalam hal estetika pada wajah. Menggosok gigi
merupakan salah satu hal penting dalam proses terjadinya karies gigi. Kualitas
menggosok gigi yang baik (menggosok gigi sesuai cara yang benar dan cara yang
seharusnya dilakukan) akan meningkatkan efikasi prosedur menggosok gigi
tersebut. Menggosok gigi dengan pasta gigi yang mengandung flouride merupakan
suatu tambahan dalam pencegahanterjadinya karies gigi.
Sebuah studi yang dilakukan di
Sleman menyatakan bahwa perilaku menggosok gigi yang salah memiliki hubungan
yang erat terhadap terjadinya karies gigi.
Rikesdas (Riset Kesehatan Dasar)
Provinsi Bali tahun 2010 menyebutkan proporsi menyikat gigi yang benar terendah
terdapat di Kabupaten Karangasem(19,1%). Di Puskesmas Sidemen, kelainan gigi,
jaringan penyangga gigi dan mulut pada tahun 2012 menempati urutan keempat dari
10 besar penyakit yang paling sering terjadi terutama di wilayah
kerjanya.Kemudian, karies gigi menempati urutan pertama yaitu 76,6% pada 10
penyakit terbesar pada anak sekolah dasar, padahal ketersediaan air bersih,
sikat gigi dan pasta gigi, tidak sulit didapatkan diwilayah ini. Hal ini
menunjukkan adanya faktor lain yang mempengaruhi tingginya kejadian karies gigi
di KecamatanSidemen, misalnya perilaku menggosok gigi.(Ningsih, Hutomo, & Rahaswanti, 2013)
Agar penelitian kesehatan gigi dan mulut
dapat mencerminkan gambaran penyakit gigi yang sebenarnya dengan metode sama, langkah
yang perlu ditempuh adalah mengukur
tingkat koreksi hasil pemeriksaan
kesehatan gigi dan mulut dengan
menggunakan formulir Riskesdas oleh dokter gigi dan non-dokter gigi. Adapun ruang lingkup
dan batas-batas penelitian adalah
penelitian kesehatan, khususnya penelitian kesehatan bidang penyakit tidak
menular lainnya (Injury) yaitu kesehatan penyakit gigi dan mulut dengan sampel
penelitian kelompok usia 15 tahun.Pengumpulan data kesehatan gigi dan mulut
melalui Riskesdas 2007 dilakukan oleh tenaga non-dokter gigi dari berbagai
disiplin ilmu dengan menggunakan instrumen sederhana yaitu dua buah kaca mulut.
Saat ini perawatan karies gigi menggunakan konsep baru dalam ilmu
konservasi gigi yang dinyatakan bahwa jika pencegahan terhadap karies gagal dan
karies terjadi, maka dilakukan penumpatan, dan dalam mengambil jaringan harus
seminimal mungkin.Dengan mengambil jaringan seminimal mungkin, sisa jaringan
gigi lebih kuat, cedera terhadap jaringan pulpa minimal, pengembalian bentuk
anatomis lebih memungkinkan, dan estetika lebih terjamin (Sundoro, 2005, Bahar,
2011).
Perawatan karies dapat dikatakan tidak hanya penumpatan, namun juga
berupa tindakan menghentikannya.Untuk menentukan apakah karies harus ditumpat
atau tidak, diperlukan diagnosis yang tepat.Tujuan penelitian ini adalah untuk
membandingkan hasil pemeriksaan antara dokter gigi dengan non- dokter gigi
serta mendapatkan angka koreksi antara besaran masing-masing komponen
D,M,F(Decayed, Missing, Filling) juga indeks DMF-T yang merupakan hasil
pemeriksaan secara observasi oleh kelompok non-dokter gigi. dengan hasil
pemeriksaan oleh kelompok dokter gigi. Sedang manfaat penelitian adalah hasil
penelitian ini merupakan masukan untuk mendapatkan hasil penelitian kesehatan
gigi dan mulut dengan metode yang sama yang lebih akurat.(N, Jovina, & Lely, 2010)
Lingkungan anak berpengaruh terhadap
risiko terjadinya karies, antara lain sekolah dan teman sebaya. Salah satu
lingkungan sekolah yang berperan dalam membentuk perilaku anak dalam memelihara
kesehatan gigi adalah pelaksanaaan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).Salah
satu kegiatannya adalah melakukan tindakan preventiv karies gigi.Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah menitikberatkan pada upaya penyuluhan dan gerakan sikat
gigi massal serta pemerikasaan kesehatan gigi dan mulut pada setiap murid.Teman
sebaya berpengaruh terhadap perilaku anak dalam menjaga kesehatan gigi dan
mulutunya.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rongga mulut
anak, perilaku ibu dan factor lingkungan sekolah terhadap risiko terjadinya
karies pada anak.
Pengukuran factor keadaan rongga
mulut pada penelitian ini menggunakan bahan penelitian : 1. Disclosing
Solution, 2. Cotton Swap, 3. Dan Pasta Gigi. Alat yang digunakan adalah : 1. pH
meter, 2. Gelas kecil, 3. Alat diagnostic gigi : pincet, sonde, excavator, dan
kaca mulut, dan 4. Format penilaian indeks DMF-T/def-t dan PHPM.(A’yun, Hendrartini, & Supartinah, 2016)
Anak yang mengalami obesitas,
terlihat indeks karies yang rendah dibandingkan dengan anak yang normal. Hal
ini terjadi seiring dengan peningkatan kadar leptin di saliva. Leptin sebagai
salah satu protein hormone dapat mempengaruhi kolonisasi bakteri rongga mulut
yang menyebabkan terjadinya karies. Leptin di saliva dapat menginduksi sitokin
yang dapat mencegah terjadinya proses karies di rongga mulut.hubungan antara
kadar leptin saliva dengan kejadian karies pada anak atau anak yang mengalami
obesitas.
Leptin merupakan nonglycosylated
peptide yang dihasilkan oleh gen obese dan bekerja di reseptor neural pada
susunan saraf pusat, yaitu dihipotalamus. Leptin memegang peranan enting
sebagai energy untuk homoestatis dan disintesis terutama oleh sel adipose dan
dalam kuantitas kecil dapat pula disekresi oleh plasenta.(Atzmaryanni & Rizal, 2013)
Nutrisi berperan penting dalam
kesehatan gigi-mulut, dan kesehatan gigi-mulut juga berperan penting terhadap
asupan nutrisi yang baik.Berbagai masalah gigi-mulut pada anak seperti karies
gigi dapat dicegah dengan pola asupan nutrisi yang benar.Edukasi masyarakat
mengenai nutrisi yang baik penting dalam pencegahan masalah kesehatan
gigi-mulut pada anak. Air susu ibu tidak terbukti menyebabkan masalah
gigi-mulit pada anak. Dianjurkan untuk mengkonsumsi gula paling banyak 5% dari
kalori harian.Gizi lebih dan obesitas pada anak terbukti meningkatkan risiko
karies gigi.Konsumsi makanan tinggi kalsium, fluor, dan vitamin D bermanfaat
untuk mencegah karies gigi. Konsumsi probiotik juga baik untuk mencegah
terjadinya karis. Penggunaan suplemen florida dan silitol dalam pencegahan
karies masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Sifat kariogenik minuman jus
tertentu harus diperhatikan dalam mengkonsumsi jus buah-buahan. Selain factor
nutrisi, kebiasaan menggosok gigi pada anak juga perlu diperhatikan untuk mencegah
kesehatan gigi-mulut anak.(Hendarto, 2015)
Daftar
Pustaka
A’yun, Q., Hendrartini, J., Santoso, A. S., & Lugroho, L. E. (2014).
Uji sensitivitas dan spesifisitas perangkat lunak “Prediktor Karies Anak” (The
sensitivity and specificity test of software for dental caries prediction in
children). Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi), 47(1), 45.
https://doi.org/10.20473/j.djmkg.v47.i1.p45-51
A’yun, Q., Hendrartini, J., & Supartinah, A. (2016). Pengaruh keadaan
rongga mulut , perilaku ibu , dan lingkungan terhadap risiko karies pada anak. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia, 2(2), 86–94. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.22146/majkedgiind.11267
Angela, A. (2005). Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi
(Primary prevention in children with high caries risk). Dental Journal
(Majalah Kedokteran Gigi), 38(3), 130.
https://doi.org/10.20473/j.djmkg.v38.i3.p130-134
Atzmaryanni, E., & Rizal, M. F. (2013). Kadar leptin saliva dan
kejadian karies gigi anak obesitas (Salivary leptin levels and caries incidence
in obese children). Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi), 46(3),
158. https://doi.org/10.20473/j.djmkg.v46.i3.p158-161
Hendarto, A. (2015). Nutrisi dan Kesehatan Gigi-Mulut pada Anak. Sari
Pediatri, 17(6), 71–75. https://doi.org/10.1021/ar040152p
N, I. T., Jovina, T. A., & Lely, A. (2010). GIGI DAN NON DOKTER GIGI
DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010 ( Caries Index Among Persons Aged is
Years Old by Dentists and non- Dentists in West Kalimantan Province , 2010 ), 2010.
Ningsih, A., Hutomo, C., & Rahaswanti, A. (2013). Gambaran Perilaku
Menggosok Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sidemen,Kecamatan Sidemen,Kabupaten Karangasem Pada
Juni-Juli 2013. Gambaran Perilaku Menggosok Gigi Terhadap Kejadian Karies
Gigi Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidemen,Kecamatan
Sidemen,Kabupaten Karangasem Pada Juni-Juli.
Susi, S., Bachtiar, H., & Azmi, U. (2012). Hubungan status sosial
ekonomi orang tua gengan karies pada gigi sulung anak umur 4 dan 5 tahun. Majalah
Kedokteran Andalas, 36, 96–105.
https://doi.org/10.22338/mka.v36.i1.p96-105.2012
Wahyuni, I. S., Fatriadi, F., Prisinda, D., Putri, F. M., Nuraeny, N.,
& Hidayat, W. (2017). Pengalaman Karies, Kadar Haemoglobin, Berat Badan Dan
Tinggi Badan Pada Anak Dengan Lesi Mukosa Oral. ODONTO : Dental Journal,
4(2), 79. https://doi.org/10.30659/odj.4.2.79-84
Y, H., L, E., F, O., & R, N. (2013). Gambaran densitas kamar pulpa
gigi sulung menggunakan cone beam CT-3D (Description of pulp chamber density in
deciduous teeth using cone beam CT-3D). Dental Journal (Majalah Kedokteran
Gigi), 46(2), 61. https://doi.org/10.20473/j.djmkg.v46.i2.p61-64
Komentar
Posting Komentar